Kamis, 04 November 2010

Ragu-ragu

Dalam pengembaraan hidup ini, hampir semua orang pernah dihadapkan dalam sebuah keraguan-raguan. Dimana situasi yang meminta kita untuk mengambil sebuah keputusan dan siap menerima efek positif maupun negatif yang akan timbul dari pengambilan keputusan tersebut. Kebingungan untuk melakukan pilihan, membuat keputusan, dan kegamangan melangkah merupakan kondisi yang wajar kita alami.

Mengapa demikian ? Mau bukti? coba saja menyapa manusia yang ada di sekitar kawan-kawan. Lakukan komunikasi tentang apa saja dengannya barang 30 menit. Sebagian besar manusia yang akan kawan-kawan temui lebih mudah menyebutkan kesulitan yang sedang dihadapinya, dan sangat jarang akan menemui orang yang yakin akan dirinya akan punya peluang dan kesempatan bagus ke depan. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar neraca timbangan pikiran mereka lebih berat ke bandul kesulitan dan kegagalan. Mungkin inilah akar dari sikap ragu-ragu.

Saya pribadi pun sebenarnya sama saja. Mungkin dalam setiap kesempatan komunikasi dengan kawan-kawan lebih banyak mengeluhkan kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam kehidupan ini. Berapa pun buku motifasi yang berhasil dilalap., ikut training AMT atau ESQ sekalipun, bahkan ribuan kali konsultasi atau minta nasehat dengan pakar psikologi tidak akan berarti apa-apa. Tidak juga berhasil membawa progress sedikitpun dalam hidup ini karena kita semua masih kuatir keluar dari zona nyaman (comfort zone) yang ada saat ini. Atau mungkin kita terlalu banyak mengkonsumsi SAUS PASTA Merk Ragu kali ya . . . !!! (Just Kiding).Menurut pakar kejiwaan “Keyakinan, intuisi, akal sehat, data dan informasi adalah modal penting dalam setiap mengambil keputusan”. Contoh sederhananya misalnya, tidak mentransfer uang Anda saat mendapat hadiah dari pihak yang tidak jelas, tidak menerima lamaran nikah dari orang yang seminggu kita kenal, tidak menerima deal bisnis yang menggiurkan bunganya jauh di atas bunga bank normal, tidak menerima kerjasama bisnis dari mitra yang model dan sistem bisnisnya kita tidak punya data sebelumnya. Tidak resign dari kantor lama Anda sebelum yakin keunggulan kompetensi kita di pasar, atau belum punya rencana bisnis pribadi yang akan dijalankan. Memang perlu kalkulasi yang cermat dan matang, namun ini bukanlah dimaknai sebagai penghambat untuk maju hanya sebagai langkah antisipasi saja.

Bukankah setiap manusia yang dianugerahi Allah SWT dengan kemampuan luar biasa untuk antisipasi, adaptif dan kemampuan bertahan dalam setiap kesulitan yang mendera. Mengapa kita masih sering merasa ragu-ragu? Sebenarnya ada mekanisme luar biasa dalam diri kita masing-masing, yakni dengan dengan mengkolaborasikan PIKIRAN, HATI, dan KEYAKINAN pada Sang Pencipta untuk menghadapi setiap masalah yang merapat. Apabila hal ini berhasil, akan timbul sebuah kekuatan dalam diri yang menelurkan sebuah KEBERANIAN dalam mengambil keputusan-keputusan penting unuk keluar dari kesulitan atau hambatan-hambatan yang menghalang.

Bukankah jauh lebih baik bergerak daripada diam ditempat alias stagnan!

Terakhir, belumlah nyaman dalam kehidupan bersama ini kita dikelilingi oleh orang yang diliputi dengan keragu-raguan dalam hidupnya? Akan bertambah parah lagi jika diri sendiri juga termasuk golongan yang demikian. Hanya akan menyiksa bathin dan perasaan orang-orang di sekitar dirimu. Bayangkan kalau kita merupakan kaum yang peragu.

Mungkin . . . !!!

Dikoreksi. . .

Pasti kaum ini tidak akan lama bertahan di atas bumi ini dan pasti punah diterjang tsunami keberanian . . . ya nggak ?

02 September 2009 jam: 21:38 WIB

Tidak ada komentar: