Selasa, 26 Juni 2007

Opiniku Di Harian Umum Singgalang

KEGAGALAN ADALAH KESUKSESAN YANG TERTUNDA, BENARKAH?
(DARI SUDUT PANDANG UJIAN AKHIR NASIONAL)

(Dipublikasikan pada Harian Umum Singgalang tanggal 16 Mei 2007)

Oleh:
Ibnu Chalid Bestari *


Soichiro Honda sampai cacat tangannya gara-gara mendesain piston sebelum sukses menjadi salah satu produsen sepeda motor dan mobil paling produktif saat ini. Thomas Alva Edison mengalami ribuan kali kegagalan sebelum menemukan lampu yang menjadi salah satu kebutuhan vital manusia modern saat ini.

Jika kita mengacu pada kisah kehidupan orang sukes yang diperkenalkan oleh sejarah maka cenderung diperoleh kesimpulan yang sama bahwa kesuksesan berawal dari kegagalan. Maka tidak salah orang bijak mengatakan bahwa kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, namun tergantung pemaknaan kita masing-masing dalam memandang kegagalan tersebut. Apapun makna yang dibubuhkan pada akhirnya akan kembali pada formula bahwa hidup ini lebih pada memutuskan pilihan dan merasakan konsekuensi.

Pendek kata, gagal dan sukses adalah ritme hidup yang tidak terpisah dari kehidupan penghuni bumi. Lalu apa pembeda antara perjuangan tanpa akhir yang menghasilkan para pengubah dunia dengan perjuangan yang dikalahkan rasa putus asa karena kegagalan yang dialaminya.

Ada beberapa macam penyikapan individu pada momen di mana kegagalan terjadi, yaitu: Pertama, membiarkan saja semua terjadi dengan menerima kegagalan tersebut. Sikap ini muncul akibat dari mentalitas yang lemah dan menyebabkan tidak adanya kemauan untuk menemukan penyebab yang rasional. Bisa jadi kemauan tersebut erat kaitanya dengan level pengetahuan dan harapan yang dimiliki seseorang. Karena jawaban rasional tidak ditemukan, maka cara tunggal yang digunakan untuk memaafkan sikap demikian adalah menempatkan kegagalan tersebut dalam wilayah yang abstrak yakni meyakini itu adalah takdir atau nasib.
Kedua, menolak kegagalan tersebut biasanya dalam bentuk menyalahkan orang lain atau keadaan bahkan Tuhan. Biasanya penolakan itu terjadi akibat keseimbangan hidup yang kurang mendapat perhatian di tingkat intelektual, emosional atau spritual. Meskipun kegagalan dapat dilumpuhkan, tetapi akibat penolakan yang dilakukan, keseimbangan antara usaha dan hasil tidak sebanding.

Ketiga, penyikapan yang paling ideal yaitu menerima kegagalan dengan kualitas yang tinggi. Kegagalan dianggap sebagai materi pembelajaran diri atau bagian dari pendidikan situasi. Dalam hal ini tentu saja bukan berarti bahwa semakin banyak kegagalan semakin bagus tetapi yang ingin difokuskan adalah bagaimana individu menempatkan kegagalan sebagai proses pencapaian kesuksesan.
Munculnya penyikapan yang beragam di atas disebabkan beberapa faktor antara lain: faktor lingkungan seperti keluarga dan masyarakat sekitar yang ikut mempengaruhi dan dipengaruhi dalam pembentukan karakter mentalitas seseorang. Tetapi faktor personal-lah yang paling dominan karena pada dasarnya faktor personal-lah yang menentukan keputusan dalam memilih model penyikapan di atas.

Memaknai Kegagalan
Tidaklah benar jika kita memandang penyebab kegagalan semata-mata karena faktor negatif yang diwariskan oleh lingkungan atau sistem struktural yang ada dalam masyarakat. Justru yang dibutuhkan adalah bagaimana kita menciptakan model penyikapan ketiga yang dihasilkan dari pemahaman tentang cara kerja hidup dan dunia. Dalam hal memaknai kegagalan, kesengsaraan, atau peristiwa menyakitkan lainnya, maka langkah-langkah yang kemungkinan besar dapat membantu dalam menciptakan kondisi dengan kesadaran bahwa kita sedang menjalani pendidikan situasi untuk mematangkan diri. Bersyukur dengan apa yang baru bisa kita peroleh, tetapi tetap memiliki spirit untuk memperbaiki dan merubah kondisi juga merupakan proses penguatan diri dari dalam.

Hasil akhir dari pembelajaran diri dengan menjalani pendidikan situasi adalah memiliki kemampuan baru atau makna lain yang kita temukan. Tetapi balasan setimpal dari situasi yang kita rasakan kadang menyakitkan dapat menambah nilai plus bagi diri. Contoh orang yang pernah berhasil menggunakan kemampuan baru itu seperti Tan Malaka tidak akan ada karya besarnya yang berjudul Materialisme, Diialektika dan Logika (Madilog) yang ditulisnya dalam pelariannya masa perjuangan kemerdekaan. Madilog ditulis di truk, penjara, bahkan di bawah ancaman bombardir pesawat tempur Jepang saat itu. Ingat Prof. Dr. Hamka kalau tidak dijebloskan ke penjara, buku tafsir yang menjadi karya fenomenal Hamka tidak akan pernah rampung. Karya-karya mereka saat ini tidak hanya dibaca oleh orang Indonesia tetapi sampai ke manca negara sana.

Tentu bukan penjara atau hidup dalam pelarian yang membuat kedua sosok di atas merasakan balasan setimpal, tetapi pembelajaran diri dalam memaknai setiap peristiwa hidup yang terjadi justru menjadi kunci untuk mengembangkan sumber daya di dalam diri masing-masing dan hasilnya digunakan demi kesejahteraan orang banyak.

Siapa yang menyangka di sekolahnya Thomas A. Edison dikenal sebagai siswa yang tidak memiliki prestasi gemilang sehingga akhirnya sang guru bosan mendidiknya bahkan mengeluarkannya. Ia tetap memiliki fluktuasi emosi antara kecewa dengan kegagalan dan bahagia dengan kesuksesan bahkan mungkin sempat putus asa. Lalu kekuatan apakah yang terus mendorongnya sehingga rintangan apapun tidak bisa menghambatnya? Kuncinya adalah menemukan cara bagaimana mengoptimalkan kekuatan The Self. Apa yang diraih Edison, tidak mustahil dapat juga kita raih seandainya motivasi dan kegigihan dan tidak mudah putus asa sudah terpatri dalam diri.

Memaknai Kegagagal dalam UAN
Fenomena yang terjadi sekarang pada adik-adik kelas 3 di Sekolah Menengah Pertama dan Atas adalah ketakutan pada hantu yang bernama Ujian Akhir Nasional (UAN). UAN telah menjadi momok yang sangat menakutkan melebihi ketakutan mereka saat nonton film horor “Hantu Jeruk Purut”. Apalagi saat menunggu hasil UAN diumumkan. Perasaan takut gagal, malu pada orang tua, teman, warga sekitar selalu terngiang di kepala mereka. Bahkan sudah berandai-andai kalau seandainya tidak lulus tidak akan mau melanjutkan sekolah, cukup sampai di sini.

Kecemasan itu tidak akan timbul apabila mereka berusaha keras dalam mempersiapkan dirinya untuk menyambut UAN tersebut, karena usaha optimal pasti hasilnya juga optimal. Kalau hasilnya ternyata di luar perkiraan, sikap yang harus diambil adalah menerima kegagalan tersebut bukannya membiarkan atau menolak kegagalan tersebut dengan melakukan menyalahkan orang lain atau pihak lain. Jadikan kegagalan tesebut sebagai materi pembelajaran diri atau bagian dari pendidikan situasi dan ingat bahwa perjuangan tidak berakhir sampai di situ.

Kegagalan, tentu bukan hal yang kita harapkan. Tak satu pun orang bangga dengan kegagalan. Tapi realitas hidup manusia sangat akrab dengan kegagalan. Tak satu pun manusia yang selalu sukses dalam setiap usaha dan keinginannya. Bukankah sejarah diatas telah memberikan bukti pada kita, bahwa tidak ada keberhasilan tanpa perjuangan bahkan mengecap dulu yang namanya kegagalan.

Bagi kita yang memiliki adik, anak, atau kemenakan kita yang saat ini baru saja selesai bertarung dalam UAN, hendaknya memberikan motivasi, semangat, dan bimbingan serta perhatian kepada mereka. Bagi pelajar yang notabene masih sangat muda belia, kegagalan bisa menjadi pengalaman yang sangat menyakitkan dan menggelisahkan dalam hidupnya. Jangan sampai terjadi lagi kejadian tahun lalu, karena kegagalan UAN ada pelajar yang sampai mencoba bunuh diri, bahkan benar-benar bunuh diri.

Namun andaikata kenyataan pahit harus ditelan janganlah membuatnya menjadi putus harapan dan patah arang. Pengaruh orang-orang sekitar mereka sangat berperan penting kepada sikap dan langkah yang diambil si pelajar dalam menyikapi kegagalan dalam UAN ini.

Akhir kata, sebaik-baiknya orang adalah orang yang belajar dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa hidup guna memberikan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Buat kita semua, selamat menemukan makna dari peristiwa hidup, mudah-mudahan kita tidak pada golongan orang yang merugi. (Tabing, 22/04/2007)


* Mahasiswa Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Padang
(Sekretaris Umum HMI Cabang Padang Periode 2005/2006)

Tidak ada komentar: