Jumat, 15 Februari 2008

Makna Cinta dan Perkawinan bagi Plato

Satu hari, Plato bertanya pada gurunya, "Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?

Gurunya menjawab, "Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta"

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?"

Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya"

Gurunya kemudian menjawab "Ya itulah cinta"

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, "Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?"

Gurunya pun menjawab "Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan"

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar / subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?"

Plato pun menjawab, "sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya"

Gurunyapun kemudian menjawab, "Dan ya itulah perkawinan"

Analogi yang digunakan oleh guru Plato di atas dapat kita gunakan sebagai pintu masuk memulai perjalanan pencarian makna dari sesuatu yang bernama “cinta”. Banyak orang yang mengatakan bahwa cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Ibarat berdiri di tengah taman bunga dimana ada jutaan jenis bunga di dalamnya, pasti ada bunga yang paling menakjubkan dan menarik perhatian kita. Disisi lain juga ada pemikiran bahwa akan ada bunga yang lebih menarik di ujung sana. Pemikiran inilah yang kadang membuat kita belum bisa memutuskan dan memanfaatkan kesempatan untuk mengambil salah satu atau membuang kesempatan itu sama sekali.

Jadi ketika kita bertemu dengan orang yang tepat untuk dicintai dan pada waktu yang tepat, itulah kesempatan. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik dan takjub, jangan bilang itu pilihan, tapi itu hanyalah kesempatan.

Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan segala kekurangannya, Itu bukan kesempatan lagi, itu adalah pilihan. Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang akan terjadi, Itu adalah pilihan. Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu dan tetap memilih untuk mencintainya, Itulah pilihan.

Jadi perkawinan adalah kelanjutan dari cinta dan merupakan proses akhir penetapan pilihan dari kesempatan-kesempatan yang ada. Ketika kita mencari yang terbaik di antara kesempatan yang ada, secara tidak langsung kita akan banyak membuang kesempatan untuk mendapatkannya dan ketika kesempurnaan ingin dapatkan, maka sia-sialah waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu, karena, sebenarnya kesempurnaan itu tidak ada di dunia ini.

Perasaan cinta, takjub, simpatik, tertarik, datang diberbagai kesempatan. Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai tetapi untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna.

14 Feb 2008 (Rektorat Unand)

Tidak ada komentar: