by: Willy Mayanti
Aku tak ingat di mana tepatnya aku di lahirkan. Seingatku, sudah berhari-hari aku terkurung di tempat gelap dan lembab ini. Saat ini hujan membasahi bumi dengan lebatnya. Membersihkan kotoran-kotoran yang menutupi sang ibu bumi, memberi minum pada yang kehausan dan membasahi tanah-tanah yang mulai mengering. Tempatku terkurung itu berbentuk kotak yang terbuat dari kertas. Goresan –goresan yang ku buat dari beberapa hari yang lalu sudah makin dalam. Bersyukur sekali hujan turun dengan lebat sehingga kotak tersebut dapat dengan mudah ku hancurkan untuk membebaskan diriku. Hujan ini membasahiku dan membuatku kedinginan, aku berlari mencari tempat berteduh.
Aku menemukan sebuah warung yang di sesaki oleh pengunjung. Di sela-sela kaki manusia yang kebanyakan juga ingin berteduh dari hujan yang lebat ini aku menyelinap ke bawah sebuah bangku yang sambil menikmati sisa –sisa makanan yang terdapat di lantai. Cukuplah sekedar pengganjal perut kecilku yang terlalu lapar setelah beberapa hari tak mendapatkan satu apapun untuk ku makan. Aku pikir jika beranjak lebih ke dalam mungkin aku akan lebih beruntung. Intuisi ku benar di sana lebih banyak makanan sisa yang bisa ku nikmati, aku mengeong ke girangan . Beberapa orang yang bekerja di sana hanya menatapku tak acuh. Di dekat sebuah tong sampah aku sibuk mengisi perutku sementara mereka juga sibuk sekali dengan pekerjaannya. Setelah merasa kenyang aku mencari tempat yang kering kembali ke bawah deretan bangku2 yang berjajar tersebut. Dengan diam aku meringkuk di sudut yang seditkit hangat dan kering.Perlahan kesadaran ku mulai berkurang dan aku terelalap terbuai dalam dunia mimpi.
Di dalam mimpi tersebut aku menemukan diriku sedang bergulingan di sebuah padang rumput yang hangat matahari bersinar cerah dan sepotong ikan tegeletak tak jauh dari tempatku berdiri....sepertinya sangat lezat. Aku mulai berlari...menuju potongan ikan tersebut tapi sepertinya tak pernah sampai ke sana. Seakan aku hanya berlari di tempat. Lelah, seluruh tubuhku terasa tak nyaman.
Entah berapa lama aku terlelap, ketika ku terbnagun hujan sudah reda. Aku beranjak dari sudut ruangan sembari meluruskan otot2 ku yang terasa kaku. Di luar awan hitam tak lagi terlihat, cahaya matahari mulai menyinari menggantikan hadir sang hujan. Sejenak aku berjemur mengeringkan bulu2 ku dan merapikannya serta menyisir tubuhku dengan kaki dan tangan ku. Kini aku telah merasa nyaman dengan penampilanku, aku tak lagi terlihat kusam meskipun tak dapat di pungkiri tubuh ku terlihat kurus dan sedikit tak terurus.
Sepertinya hari mulai beranjak sore, aku menyusuri jalananan disana dan menemukan sebuah taman. Hujan telah lama reda orang mulai berlalu lalang ada yang duduk sejenak sebagian ada yang duduk dengan gelisah sepertinya menunggu seseorang. Sebagian lagi ber cengkarama dengan teman2nya. Di sebuah pojok aku mengamati keadaan di sekelilingku.
Aku masih terus menikmati sinar matahari yang hangat itu, begitupun dengan orang2 di taman tersebut. Sepertinya aku berada di sebuah taman kampus, orang 2 yang ada di sana terlihat terpelajar, ada yang membawa ransel yang di penuhi dengan buku2 mereka sepertinya sungguh serius dengan kehidupan akademis mereka.
Sebagian ada yang terlihat sangat santai dengan kehidupan mereka dan juga ada yang hanya bersenda gurau dengan teman2nya.Di sudut lain ada yang khusyuk berduaan. Beberapa pasang dari mereka terlihat sangat bahagia, pancaran mata mereka penuh dengan kehangatan menatap satu sama lain.
Di sebuah bangku yang di naungi oleh sebuah pohon rindang , sepasang kekasih sepertinya terlihat sedang bertengkar. Mereka saling diam satu sama lain. Aku berlari2 kecil di taman tersebut mengelilingi mereka. Lelah berlari aku beristirahat di dekat sepasang kekasih yang sedari tadi berdiam diri. Menarik napas sejenak aku bermain dengan tali sepatu kets yang di kenakan oleh si lelaki . Tiba2 si lelaki mengangkatku ku pangkuanya...aku merasa nyaman dan hangat berada di sana. Mereka yang sedari tadi hanya berdiam diri sama-sama mengalihkan perhatiannya padaku.
“Lihat kucing ini cantikan, lucu seperti kamu kalau lagi tersenyum” si lelaki berkata. Si gadis tetap bungkam, hanya menatapku sekilas lalu membuang pandangannya. “ “Baiklah aku minta maaf, bukannya aku lupa ultah mu tapi aku belum sempat untuk membelikan mu kado, ku pikir kita bisa membeli kadonya sama2 biar kamu bisa milih kado apa yang kamu suka. Tapi ternyata kamu lebih suka surpraise ya...sorry ya . Si lelaki mencoba meyakinkan. Kini aku mengerti masalah mereka...aku semakin tenggelam dalam kehangatan dekapanya. Aku merasa tubuh ku kembali di angkatnya, kali ini ia mendekatkan wajahku yang sedikit mengantuk ke wajah tampannya. Aku bisa melihat wajah tampan itu dengan lebih jelas. Tak ingin kalah dengan wajah tampan yang menyunggingkan senyum manis itu aku pun menampilkan senyuman termanisku.
"manis maaaf kan aku ya"....” si lelaki kembali membujuk. Kini si gadis tak lagi bungkam, secercah senyum simpul terukir di sudut bibir kecilnya. Ia menatap kami, dan mengulum sebuah senyuman sembari menggangguk sebagai tanda bahwa ia tak lagi marah. “ dia lucu bukan?” tanya si lelaki. Lagi sebuah anggukan sebagai isyarat setuju. Aku merasa tersipu di sebut lucu, dan kami pun bercengkrama dengan penuh kebahagiaan. Mereka berdua menyukaiku, beberapa kali mereka mengambil photoku. Mereka sepertinya menyukaiku. Sang gadis mengambil photoku dengan kekasihnya. Aku penasaran bagai mana wajahku terlihat saat itu.
Kami berphoto bersama. “ kamu suka kucing ini?” tanya si pemuda lagi. Lagi- lagi hanya sebuah senyuman yang ia tunjukan. Sepertinya si gadis ini bisu, aku pikir sedari tadi hanya tersenyum dan menggangguk. Lagi2 flash dari kamera hp itu menyilaukan mataku. “ bagaimana kalau kucing ini sebagai kado untukmu manis, anggap saja kado sementara sebelum aku beli kado buat kamu. Ini bisa di bilang surprise bukan ?” lagi si pemuda berkata sembari tersenyum bangga. Merasa seolah mendapatkan ide yang sangat brilian. “ surprise, ini untuk mu kita bisa merewatnya bersama” “ surprise,bukan” kali ini si gadis tak dapat menahan tawanya melihat polah konyol kekasihnya.” Thank you, my angel” sebuah kata yng asing keluar dari mulut si gadis. Lalu mereka sama 2 tersenyum. Hari mulai beranjak senja , kami mulai meninggalkan taman tersebut dan tetap hangat dalam pelukan lelaki tersebut.Disepanjang perjalanan mereka saling bergantian menggendong ku.
Sebagai mana kesepakatan mereka berdua, aku akan tinggal di rumah si manis. Sebuah pondokan mahasiswi yang terletak di tepi pantai. Ketika memasuki halamannya sayup-sayup aku dapat mendengar debur ombak yang menghantam tepian pantai. Aku juga dapat mencium aroma asin air laut yang di bawa oleh angin yang bertiup lembut.
Rumah pondokan dengan pagar berwarna hijau itu terlihat nyaman. Berandanya di jejeri kursi-kursi panjang yang di sediakan untuk para tamu yang berkunjung terutama laki-laki krn mereka memang terlarang untuk memasuki rumah tersebut. Syukurlah pemiliknya tidak menambahkan peraturan yang sama bagi seekor kucing.
Ketika aku datang mereka semua menyambutku ramah. Mereka pikir aku makhluk kecil yang lucu...ya...aku merasa memang demikian. Aku yang selama ini hidup berkeliaran di dunia luar menemukan kehidupan yang nyaman di rumah ini. Hal pertama yang ku peroleh adalah sebuah identias. Dulunya aku adalah seekor kucing yang terbuang dan tanpa nama. Sekarang aku memiliki identitas dan tempat tinggal. Dia memberiku sebuah nama. Sebuah identitas baru bagiku, yang menunjukan bahwa aku adalah makhluk hidup yang ada dan keberadaanku di tandai dengan identitasku. Dan merekapun mengakui kehadiranku. Secara resmi aku diberi nama qui-liong shi qui. Namun begitu, yang lain juga memberi ku nama berbeda sesuai dengan selera mereka. Ada yang memanggilku djobi, chidori, sakura bahkan pero. Di samping sebuah nama aku juga memperoleh tempat nyaman untukku berbaring di sudut kamarnya.
Setelah beberapa hari berada di rumah ini aku mulai mengenal mereka satu persatu. Si perenung, si tukang atur, si centil, si pendiam, si cuek , si tukang tidur, si tomboy adalah beberapa karakter yang dapat ku kenali. Si manis adalah tipe perenung dan tukang tidur. Tapi sebenarnya aku tak tahu apa-apa tentang mereka. Manusia itu mahkluk yang sangat komplek. Apa yang mereka pikirkan atau apa yang akan mereka lakukan sungguh penuh dengan kejutan. Warna dan pola mereka akan berbeda setiap hari. Apa yang kau lihat hanyalah sebagian kecil dari diri mereka yang sesungguhnya. Seperti halnya fenomena gunung es. Kau akan terkagum menyaksikan ke luasan serta keragaman motif yang tersimpan di dalam diri mereka.
Si manis, belakangan ini lebih sering mengurung dirinya di kamar bersama ku ataupun terkadang aku di biarkan berkeliaran di rumah itu, sehingga aku punya kesempatan bertemu dengan penghuni2 yang lain. Beberapa hari belakangan ini ia terbangun sepanjang malam. Sembari memegangi dadanya ia merintih menahan nyeri. Seolah seribu pedang bersarang di dadanya. Aku melihat kesakitan yang amat terpancar dari mata itu. Aku jadi kasihan melihatnya semakin hari semakin tersiksa dengan penyakitnya itu.
Kalau saja aku bisa memberi tahu si tampan angel keadaannya mungkin aku dapat membantunya. Tapi mana mungkin ia bisa mengerti ucapanku. Si tampanpun jarang sekali terlihat berkunjung. Padahal aku yakin sekali mereka adalah soulmate. Memang beberapa kali si manis menolak berbicara dengan si tampan lewat telepon. Ia seperti menghindarinya, entah kenapa? Setahuku si manis tidak sedang jatuh cinta dengan orang lain dan tak seorangpun lelaki yang mengunjunginya selain si tampan. Tapi kenapa ia seperti mulai membangun jarak. Entahlah padahal aku sendiri juga mulai kangen dengan si tampan Angel, bermain bersamanya dan melihat wajah tampan itu. Tapi si manis, yah... beberapa hari belakangan ini si manis gak asik banget orangnya jadi lebih pendiam dan pemurung. Dan yang terparah adalah ia tak mau lagi bertemu dengan si tampan. Uhk....!!!
Tapi pada satu sore yang mendung si tampan tiba-tiba telah berdiri di halaman, supraise sekali...aku yang pertama melihat kehadiranya langsung berlari ke arahnya. Ia tersenyum melihatku yang gembira menyambut kedatangannya, sementara sebuah suara cempreng dari dalam rumah berteriak memanggil nama si manis, “ Li....ada tamu...” aku yakin itu adalah suara vitha si centil yang suka usil. Tak terdengar jawaban dari rumah tapi si tampan langsung mengambil tempat bersandar pada kursi2 yang kosong di beranda. Cukup lama kami menunggu si manis keluar untuk bergabung bersama kami. Ia terlihat cantik dan anggun dengan kerudung putihnya yang menyembunyikan rambut hitamnya yang panjang.
Saat ia bergabung bersama kami dia membawa 2 buah gelas yang berisi susu coklat hangat, sangat cocok di nikmati di cuaca yang mendung dan mulai gerimis ini. Mmmhn .....aku jadi merasa lapar.Si manis dengan arif menuang susu tersebut ke sebuah mangkuk kecil dan kami menikmati susu tersebut hingga matahari mulai tenggelam. Tak banyak kata yang keluar dari mulut mungil si manis bahkan penjelasan. Percakapan sore itu lebih banyak di isi dengan lelucon yang di lontarkan oleh si angel. Dan di tanggapi oleh si manis dengan senyuman dan sesekali tawa yang renyah. Hingga waktu sore itu mulai berganti dengan senja, si manis hanya berkata “maaf...” ketika si angel meminta penjelasaan kenapa ia merasa bahwa si manis seolah menghindarinya. Ya..aku ingat sebuah kata “ maaf” dan senyum sendu yang tak dapat ku artikan. Entahlah dengan si angel apa ia dapat memahaminya? Mungkin! Mungkin ia memahaminya saat itu atau mungkin ia perlu waktu untuk mencerna dan memaknai senyuman itu.
Menurut seorang penyair, ada hal2 yang tak memerlukan penjelasn kata-kata karena tak ada kata yang dapat mewakilinya. Hal –hal seperti itu sungguh sangat asing bagiku. Apa itu hanya di miliki oleh manusia? Apa aku juga akan menemukan hal-hal seperi itu? Mengingat aku hanya seekor kucing! Tapi aku sungguh ingin merasakan pengalaman itu. Aku percaya suatu saat aku akan mengerti dan merasakanya. Aku...percaya..!
Akhir 2 ini aku mulai meragukan kalau mereka berdua adalah soulmate. Karena semakin hari si manis sepertinya semakin tenggelam dalam dunianya sendiri. Dan menjauhkan diri dari si angel. Sekalipun si angel telah beberapa kali berkunjung ke rumah kami tapi kali ini si manis dengan sengaja tak menemuinya. Dan si angel hanya mendapat sambutan dari ku. Kadang aku berpikir, bagus juga kalau si manis tak menemuinya jadi untuk sesaaat aku dapat memilikinya seutuhnya tanpa harus berbagi dengan si manis.
Malam ini sesuatu yang tak terduga mengejutkan ku. Sepertinya si manis tak lagi dapat menahan sakit itu. Ia terbaring kaku di pembaringannya, tak bergerak. Aku menjilati hidung mungil itu dan bermain2 dengan rambut yang panjang itu, tapi ia tetap bergeming dan tak pedulikan ku. Hingga pagi menjelang perlahan ia mulai meresponku. Syukurlah ku pikir ia telah mati ternyata hanya pingsan. Dan pagi itu ia segera mengepak beberapa bajunya yang di masukan ke dalam sebuah ransel. Setelah melakkukan beberapa kali panggilan telepon sebuah mobil menjemputnya, keluarga besar si manis datang menjemputnya. Ia membawaku pergi bersamanya.
Di sebuah rumah sakit ia mendapatkan perawatan intensif. Dalam balutan pakaian rumah sakit yang berwarna putih itu, ia tetap terlihat cantik dengan cara nya sendiri. Wajah yang sedang tersenyum lemah itu terlihat pucat, seputh salju dimusim dingin. Aku meringkuk tenang di sampingnya bermalas-malasan. Tangan yang sedingin es itu membelai lembut bulu2ku yang halus. Si manis seperti sebuah patung pualam yang terukir indah dalam wujud bidadari hasil karya dari tangan seorang maestro.
Kulihat ia mengambil ponsel nya dan mengrim sebuah pesan pada si tampan angel.
Si manis: “ Thank you for being my good friends”
Si angel: “ Why?! We’re more than friends”
Si manis: Coz friend will last till the end! Even when we’re not together! Good friends will never be a part”
Si angel: I don’t understand and I need to talk to you”
Dia tak membalas pesan terakhir itu tapi mematikan ponselnya dan mengambil kertas surat berwarna biru langit. Surat itu di masukan ke dalam amplop yang bercorak sama dengan kertas suratnya. Surat itu diletakan di atas meja samping tempat tidur. Wajah yang pucat itu terlihat lelah ketika ia kembali berbaring di atas sprei putih itu. Aku pun mulai terlelap perlahan memasuki alam mimpi yang melenakan.
Beberapa hari belakangan ini keadaannya makin memburuk, aku jadi semakin khawatir. Aku bertanya2 apa si angel akan dapat menemukannya. Setidaknya mereka dapat saling bertemu sebelum si manis menghilang dari kehidupan ini dan saling mengucapkan selamat tinggal. Entah mengapa aku merasa ia mulai memudar dan semakin terlihat samar2 dalam pandanganku, seolah ia akan pergi jauh dan menghilang bersama angin yang semilir. Menuju sebuah tempat yang sangat jauh. ......
Sore yang berkabut, awan hitam menggantung di langit siap untuk menumpahkan dan setiap muatanya. Seseorang memasuki ruangan bukan dokter ataupun perawat yang biasanya. Juga bukan saudara si manis. Lelaki berwajah tampan...si tampan Angel memasuki ruangan yang sunyi itu. Tak ada tanda tanya dan amarah ataupun kekecewaan terbayang dalam raut wajah itu. Hanya ketenangan. Ia mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan si manis sambil berkata”
"Ketika aku kehilanganmu segenap alam semesta membantuku menemukanmu, apapun perasaanmu padaku tak akan merubah perasaanku padamu. You’re my good friend, my sweet little princess, and my lover that I could not forget. We will always together till the ends. I’ll take you to the place where you belong."
Aku sedikit takut dengan ketenangan yang terpancar dari mata itu. Ia terlalu tenang seakan tak ada emosi disana. Aku tak berminat untuk bermain 2 dengan pria tampan itu.
Dalam genggaman tangan ketenangan si manis terlelap dalam tidur panjangnya, di liputi ketenangan yang sunyi. Semilir angin menerbangkan daun2 kering di halaman perlahan di selingi titik2 hujan yg mulai menghujani bumi . Kini hujan benar2 membasahi bumi tertumpah dari kantong2 awan hitam yang sedari tadi keberatan membawa bebannya. Hujan yang tercurah membersihkan ibu bumi dari kotoran dan polusi serta memberi minum pada setiap kekeringan di permukaan bumi. Atau mungkin hujan ingin membasuh luka yang tak tampak pada beberapa hati yang kehilangan. Luka yang tak kan pernah sembuh karena sebuah kehilangan seseorang yang sangat berarti. Hati yang akan melantunkan nyanyian kehilangan.
Apa yang dapat ku katakan untuk menutup sepenggal kisah ini? Aku hanyalah seekor kucing yang bernama qui....Sayup – sayup aku mendengar lirih sebuah nyanyian....
Pernahkah kau mengira
Kalau ia akan sirna
Walau kau tak percaya
Dengan sepenuh jiwa
Pesan kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah
Merasa memilikinya. . .)*
)* Miliki kehilangan by Letto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar