Senin, 17 September 2007

Prihatin Ramadhan

Itu bukanlah nama seseorang, tapi ungkapan ku melihat kaadaan saat ini di Sumatera Barat. Gempa yang menggoncang pantai barat sumatera yang memberikan suprise untuk warga kota Padang tempat ku berdomisili. Dimana semua sedang mempersiapkan diri untuk menyongsong kedatangan Ramadhan. 10 menit sebelum sholat magrib (Rabu/12/09/2007)musibah itu datang. Kecemasan langsung merasuk di dada karena pengumuman Pemda Kota Padang dan BMG gempa kali ini berpusat di Bengkulu dan rawan terjadinya tsunami, di harapkan warga mencari tempat tinggi.


Sebagian besar ngungsi, ke limau manis, indarung, dan lubuk minturun. Tidak sampai satu shaf kami sholat tarawihan malam pertama ramadhan yang biasanya tikar di mesjidku tidak pernah cukup untuk umatnya seperti tahun2 yang lalu. Semua pada ngungsi, jaga2 kalau memang ada tsunami-nya.

Sebuah Plaza terbesar di Kota Padang terbakar, sebuah perusahaan supplyer mobil terbesar di kota padang (tiga lantai) ambruk jadi 1/2 lantai, dan merenggut nyawa direktur perusahaan tersebut, belum lagi beberapa kecelakaan kendaraan akibat desak2kan dengan yang lain saat ngungsi menuju tempat tinggi. sekian ratus rumah rusak, tapi daerah yang paling parah ketika itu adalah kec.muko-muko bengkulu dan kec. lunang silaut pesisir selatan.

Pagi harinya (Kamis/13/09/2007)pukul 7 lebih kurang, hari pertama puasa ramadhan bagi kaum muslimin tanah ini bergoncang lagi, bahkan lebih keras dari gempa besar kemaren petang. Semua panik dan sockh dan terjadi pengungsian ke 2 seperti tadi malam.

ada sebuah kejadian menarik kala itu yang saya alami. Pasca gempa pagi tersebut, listrik pun padam, sinyal handphone lenyap, tinggal pusat informasi hanya di Radio. Di kampung ku kami ngumpul di lapangan dan kebetulan ada salah satu yang mbawa radio. Kebetulan Bapak Fauzi Bahar sudah on-air di RRI untuk menenangkan warga kota padang agar jangan panik. Ada sebuah kejanggalan yang kami dengar dan rasakan kala itu.

Pasca gempa jam 7 pagi tersebut sering diselingi gempa-gempa susulan yang besarnya lumayan yang dapat membuat orang-orang keluar rumah lagi. Ada 4 ulama besar Sumatera Barat yang juga menyempatkan diri untuk singgah di Radio RRI kala itu, disamping juga banyak tamu-tamu lain yang hadir kala itu diantaranya: Gubernur dan Wakilnya, Pakar Gempa, dan lain-lain. Tetapi kehadiran 4 ulama yang selama ini sangat di segani oleh warga Sumatera Barat inilah yang agak berbeda dari tamu-tamu yang lain di RRI kala itu.

Bagaimana tidak bikin kami heran, karna setiap do'a yang dilantunkan oleh masing-masing ulama tersebut selalu diselingi oleh gempa susulan. Apakah itu masih bisa disebut dengan sebuah kebetulan? Padahal do'a tersebut dibaca dengan sungguh2 bahkan ulama pertama bahkan sampai terisak2 memandu do'a agar Allah menjauhkan bencana ini dari kami warga Sumatera Barat. Tidak sampai beberapa detik pasca do'a mucul gempa. Begitu seterusnya tidak jauh beda juga terjadi ketika ulama yang lain datang ke RRI dan memandu do'a. kejadian tersebut berlangsung dalam rentang waktu 4 jam (08.00 s/d 11.00 WIB).


Sehingga ada sebuah kesimpulan yang diambil oleh bapak2 yang ada dilapangan tempat kami mengungsi yaitu: "Sedangkan Ulama yang kita yakini adalah orang yang lebih dekat dengan Allah, doanya saja belum tentu di kabulkan, apalagi kita yang sholat saja tidak pernah tepat waktu?".


Itu menunjukkan bahwa kita masih jauh dari Allah. Padahal dalam sebuah Hadist Qudsi Allah mengatakan " Apabila kamu berusaha mendekat kepada-Ku sejengkal maka aku akan mendekat sehasta". Mudah2an dengan adanya peringatan dari Yang Maha Kuasa dalam bentuk gempa ini kita lebih berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT. Saya rasa moment yang pas buat kita semua karena bencana ini datang disaat kaum muslimin melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Saya yakin bahwa Allah masih sayang pada masyarakat Sumatera Barat (Ar-Rahman dan Ar-Rahim)(Tabing, 14 Sept 07)

Tidak ada komentar: