Kamis, 16 Agustus 2007

Tan Malaka, Terlupakan (Bapak Republik Indonesia Jauh Sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945)

Tan Malaka, Terlupakan (Bapak Republik Indonesia
Jauh Sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945)
(Dipublikasikan di Harian Umum Singgalang, Senin 20 Agustus 2007)


Siapa sih yang masih mengenal Tan Malaka? Apalagi pemuda dan pemudi saat ini. Padahal pasca runtuhnya Orde Baru begitu banyak buku, artikel dan informasi yang berkaitan dengan Tan Malaka yang sebelumnya dicekal bahkan dilarang untuk beredar di Indonesia. Padahal beliau merupakan salah satu pejuang nasionalis republik ini yang terlupakan nasibnya hingga kini.

Tan Malaka atau Ibrahim Datuk Tan Malaka merupakan salah satu tokoh revolusioner Republik Indonesia. Mungkin setelah membaca tulisan-tulisannya, mengkaji sejarah perjalanannya dan melihat foto tokoh ini dapat membuat dada semua orang serasa bergetar. Terbayang seorang anak manusia yang menjadi legenda bahkan hampir menjadi mitos. Beliau telah bertualang dari satu negeri ke negeri lainya, bahkan menjadi buronan polisi rahasia internasional.

Tan Malaka adalah seorang pejuang revolusioner yang kesepian karena dalam perjalanan hidupnya lebih cendrung berjuang dengan caranya sendiri, sangat berbeda dengan teman-teman sejawatnya seperti Soekarno, Hatta, Natsir, Agussalim, dan lain-lain. Penjara, pengasingan, dan pelarian selalu mengiringi langkahnya dan dipenghujung umurnya diakhiri dengan tragis yakni ditembak oleh bangsanya sendiri?

Walau kita tidak bisa berjumpa fisik dengan beliau, tetapi temukan beliau lewat karya-karyanya seperti: Menuju Indonesia Merdeka, Gerpolek, Dari Penjara Ke Penjara, sampai Madilog merupakan karya besar yang dibaca oleh masyarakat internasional sampai hari ini. Bahkan kisah hidupnya dalam bukunya Dari Penjara Ke Penjara contohnya kita dapat melihat begitu besar kecintaannya terhadap tanah air bahkan melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri.

Satu lagi, karyanya Madilog (Materialisme-Dialektika-Logika) tahun 1943 mampu membongkar cara berpikir menjadi lebih kritis dan ilmiah dan meninggalkan mistik dan takhyul yang membuat bangsa Indonesia ketinggalan dan takluk oleh bangsa lain. Pemikiran-pemikiran yang orisinil, visioner, berbobot dan brilian yang ditelurkannya sangat berpengaruh besar terhadap perjalanan perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Selaku anak Minangkabau yang terlahir 2 Juni 1897 di desa Pandan Gadang Suliki Sumatera Barat. Ia dibesarkan dalam suasana semangat gerakan modern Islam kaum muda di Sumatera Barat. Ia termasuk salah seorang tokoh bangsa yang sangat luar biasa, bahkan dapat dikatakan sejajar dengan tokoh-tokoh nasional yang membawa bangsa Indonesia sampai saat kemerdekaan seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, M.Yamin dan lain-lain.

Begitu berbahayanya seorang Tan Malaka hingga banyak sekali negara-negara yang mencekalnya dan mengejar-ngejar untuk ditahan bahkan dibunuh tetapi ia cukup licin sehingga sangat sulit untuk ditangkap. Sejumlah tokoh besar seperti: Lenin, Stalin, Trotsky, Chiang Kai Sek, sampai Mao Tsu Teng menganggap tokoh ini adalah orang paling berbahaya dan terlarang. Tan Malaka dilarang memasuki Prancis, Sovyet, Baltik, Balkan, Britania, China Daratan apalagi Belanda. Tokoh ini adalah guru imajiner buat Ho Chi Minh (bapak bangsa Vietnam), Aung San ayah dari Aung San Syu Ki (Wikipedia Indonesia).

Tahun 1913 belajar ke Belanda, adalah sebuah kesalahan dan penyesalan besar bagi Belanda, karena telah membesarkan anak harimau. Tahun 1919 kembali ke Indonesia bekerja sebagai guru di Deli. Ketimpangan sosial di lingkungan perkebunan antara buruh dan tuan tanah menimbulkan semangat radikal pada diri Tan Malaka muda. Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan Malaka diangkat sebagai pimpinan partai tersebut. Meski beliau sempat berhaluan komunis, Tan Malaka hampir selalu bertentangan dengan para pemimpin Partai Komunis Indonesia terdahulu, seperti Alimin dan Semaun.

Dalam massa pembuangannya di Eropa, tahun 1926 pecah pemberontakan PKI di Indonesia dimulai di Sumatera Barat hingga ke daerah lainnya, tetapi berhasil ditumpas oleh Belanda. Pasca itulah Tan Malaka memutuskan hubungan dengan PKI, kemudian mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI) di Bangkok 1927. Disanalah ide perjuangan “Menuju Indonesia Merdeka” tercetus dengan terbitnya buku yang dikarangnya dua tahun sebelumnya berjudul ”Menuju Republik Indonesia” dan diterbitkan pertama kali di Hongkong.

Karya-karya Tan Malaka tersebut berhasil diselundupkan ke Hindia Belanda dan diterima oleh tokoh-tokoh pergerakan termasuk Soekarno muda yang menyebabkan beliau dikenal sebagai Bapak Republik Indonesia jauh sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945. Beliaulah yang pertama kali mencetuskan kata “Republik Indonesia” dan mengucapkan kata “Indonesia Merdeka 100%”, tanpa konpromi sama sekali dengan penjajah.

Banyak hal yang tidak terjelaskan dalam sejarah bangsa ini. Dalam buku-buku sejarah dinyatakan atau dituduh bahwa beliau adalah tokoh komunis, dan yang namanya komunis maka akan ditenggelamkan dalam sejarah dan hidup bangsa ini. Padahal juga diketahui, bahwa beliau adalah orang yang diburu dan dimusuhi oleh tokoh-tokoh komunis masa lalu, sehingga Tan Malaka menjadi salah satu ancaman terbesar bagi siapa saja baik Belanda beserta sekutunya maupun Komunis Internasional.

Di masa revolusi nasional, Tan Malaka adalah sosok yang disegani. Soekarno menganggapnya sebagai guru revolusi. Hatta menyebutnya sebagai sosok yang tak mudah membungkukkan tulang punggungnya. Sebagian orang malah menyebutnya sebagai filosof Indonesia paling awal. Bahkan Tan Malaka yang pada tahun 1945 pernah disiapkan oleh Bung Karno untuk memimpin Indonesia jika proklamator tersebut tewas dalam masa revolusi.

Misteri kematian Pahlawan Nasional Tan Malaka akhirnya terungkap setelah setengah abad lebih pasca kematiannya oleh sejarawan asal Belanda Harry A. Poeze yang melakukan penelitian mengenai Tan Malaka selama 36 tahun. Menurut Poeze bahwa Tan Malaka meninggal karena gugur dalam perjuangan melawan penjajah Belanda, dia ditembak pada tanggal 21 Februari 1949 di desa Selo Panggung di kaki Gunung Wilis Jawa Timur atas perintah Letnan Dua Soekotjo yang kala itu sebagai anggota Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya, yang terakhir berpangkat Brigadir Jenderal dan juga pernah menjadi Walikota Surabaya.

Eksekusi yang terjadi selepas Agresi Militer Belanda ke-2 itu didasari surat perintah Panglima Daerah Meliter Brawijaya Soengkono. Petinggi militer di Jawa Timur menilai seruan Tan Malaka yang menilai penahanan Bung Karno dan Hatta di Bangka menciptakan kekosongan kepemimpinan serta enggannya elit militer bergerilya dianggap akan membahayakan stabilitas negara. Mereka pun memerintahkan penangkapan Tan Malaka. Tragis memang nasib Tan Malaka, sampai-sampai kuburannya pun sampai detik ini tak ditemukan. (Kompas Cyber Media 27/07/2007).

Berkat jasa dan perjuangan beliau diangkat/ dianugerahi menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional, gelar tersebut berikan oleh Bung Karno sebagai Presiden RI, dalam keputusan Presiden RI no.53 tahun 1963.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Tulisan ini cuma sebagai pemacu agar kita anak-anak muda mengetahui dan menghargai jasa-jasa para pejuang dan pahlawan.

Banyak sejarah yang mesti diungkap kebenarannya. Sudah saatnya kita tempatkan pejuang dalam deretan pahlawan dan para pengkhianat bangsa dalam daftar para pecundang yang membawa bangsa ini dijajah lagi dalam bentuk penjajahan sektor ekonomi, politik serta kultur oleh bangsa lain. Pertanyaan yang akan muncul adalah Masih adakah anak bangsa hari ini yang sanggup menjadi replika Tan Malaka?

Wallahu ‘alam bishowab.
(Chalid_best 15 Agustus 2007)

1 komentar:

Yildirim mengatakan...

Saya tidak akan pernah berbuat apa-apa dengan hanya mengatasnamakan Tan Malaka, tapi saya akan berbuat sesuatu dengan semagat dan cara berpikir Tan Malaka....