Rabu, 23 Juli 2008

Monotracker: Motor dengan Desain Pesawat Tempur

Monotracker merupakan motor dengan desain dari kabin pesawat jet tempur, dapat menempuh perjalanan dengan top speed 250 km/jam.Monotracker produksi Peraves adalah kombinasi motor dengan disain jet. Disain Motonracker memberikan ruang pengendara untuk 2 orang, dibuat tertutup seperti kabin pesawat tempur. Kecepatan cukup cepat dengan 5.7 detik sudah mencapai 100km/jam, sedang kecepatan maksimum 250km/jam.

Sumber: desiran.blogspot.com

Mazda Furai; Mobil Berteknologi Tinggi 2008

Mazda Motor Corporation akan menampilkan debut premier dari konsep Mazda Furai dan edisi refined dari seri 2009 Mazda RX-8 sports car terbaru pada North American International Auto Show (NAIAS) yang digelar di Detroit, 13-27 Januari 2008 mendatang. Mazda juga membawa mobil konsep, yaitu Mazda Taiki Concept yang sudah di pamerkan di 2007 Tokyo Motor Show.

Konsep Furai yang cukup menarik perhatian publik. Mobil konsep ini ditenagai oleh 3 rotor Mazda 20b rotary engine yang bahan bakar E100 ethanol dan menghasilkan 450 hp.
Mengusung disain yang berbasis mobil balap pada American Le MAns Series car dan mengaplikasikan Courage casis C65 dengan mesin 450 hp three-rotor rotary di bawah kap.

Furai dengan sengaja akan mengaburkan batas yang secara tradisional membedakan antara mobil balap dan mobil jalanan. Secara historis, ada celah antara mobil yang khusus dipakai balap dengan mobil jalan raya, biasanya disebut supercar, yang menyamai mobil balap di jalan raya. Furai menjembatani celah itu yang tidak pernah dilakukan mobil lainnya.


Kapan Ya Gue Bikin Garasi tuk ini mobil..... He. He...

Senin, 21 Juli 2008

Waktu Jalan2 Ke Eropa, he.....


Chalidbest in Paris


Lokasi: Stadion Guesepe Meaza San Siro Milan Italia
(Waktu Kejadian Rusuh Derby AC Milan Vs InterMilan)

Senin, 14 Juli 2008

"Sibuk” dan “Lapang” dalam Waktu yang Bersamaan, Mungkinkah?


Apakah mungkin seseorang bisa menjadi “sibuk” dan “lapang” dalam waktu yang bersamaan? Merupakan pertanyaan yang sering muncul di kepala dua bulan ke belakang.

Entahlah, mungkin diriku terlalu sibuk dan selalu dikejar-kejar waktu seakan 24 jam dalam sehari terasa begitu cepat berlalu. Ibadah, kerja, kuliah, organisasi, keluarga, persekawanan, bahkan cinta bolak-balik seperti bola pimpong mengisi rutinitas kehidupan yang musti dijalani. Mungkin sudah waktunya untuk flashback ke belakang sejenak dan bertanya, apakah memang aku mempunyai banyak hal yang harus dilakukan? Atau aku-nya saja yang terlalu bersemangat?

Setelah terlalu lama berutinitas alias melakukan pekerjaan yang rutin, diri ini semakin sulit memberikan perhatian penuh pada apapun. Lambat laun baru kusadari bahwa aku mengerjakan semua itu dengan setengah hati. Terkadang diri ini sudah seperti robot yang bekerja sesuai program walaupun tubuhnya sudah lelah tetapi tetap menangkap dan mengakomodir semua peluang yang ada tanpa mempertimbangkan apakah bermanfaat bagi dirinya sendiri.

Ketika kita sudah seperti mesin pasti segala sesuatunya akan terasa hambar. Kita gagal mengangkap nilai-nilai yang terkandung dalam setiap aktivitas yang telah dilakukan. Dan semua ini akan lebih menjengkelkan ketika samar-samar mencurigai bahwa sesungguhnya semua kesibukan ini tidak bermakna, tidak bertujuan, dan tidak ada value di dalamnya.


Sabtu (12/07/08), aku kosongkan waktu tak melakukan apapun, hanya duduk santai di atas sofa sambil membaca buku-biku yang sempat ngambek akibat tak tergubris lebih dua bulan. Akhirnya novel tetralogi Pramudya Ananta Toer buku ke-4 (Rumah Kaca) selesai juga kurampungkan. Tiba-tiba aku teringat ada sebuah buku yang belum sempat terbaca judulnya “The One Who is Not Busy” buah tangan Darlene Cohen. Kayaknya mewakili sekali kondisi yang sedang kuhadapi saat ini.

Sebuah pencerahan baru bagi diri ini dan tawaran solusi yang diberikannya tidak ada salahnya untuk dicoba walaupun menggunakan metode pendekatan Zen Buddha. Buku ini mengajarkan cara mempersempit dan memperluas fokus sesuai dengan kenginan dan mengembangkan fleksibilitasmental untuk mengalihkan fokus dari satu hal ke hal lain. Dengan mengikuti langkah profesional yang ditawarkan Cohen yang akan aku coba bagi kepada rekan-rekan semua yang memiliki persoalan yang sama dengan yang kuhadapi saat ini.

Ada dua pendekatan yang memdasar dalam menciptakan kehidupan yang terarah di tengah tekanan dan kerumitan kerja. Pertama, mengambil istirahat atau jeda. Walaupun kita dikejar tengat waktu, kita harus mengambil waktu jeda untuk beristirahat. Seperti yang dilakukan kabilah-kabilah yang melakukan perjalanan panjang , dari hari ke hari, namun sering berhenti untuk beristirahat. Mereka menjelaskan bahwa waktu istirahat dibutuhkan agar jiwa mereka dapat menyegarkan diri. Dalam ajaran Islam kita diharapkan untuk berhenti sejenak meninggalkan aktivitas yang sedang dikerjakan lima kali (waktu shalat) dalam sehari. Kadang-kadang kita sering mengulur-ulur waktu untuk mengerjakan ibadah wajib ini dengan alasan: “sebentar lagilah, nanggung hampir kelar, toh waktu shalat kan masih panjang, adan sebagainya”. Padahal seruan agar berhenti sejenak untuk ber-Ubhudiyah telah berkumandang.

Mungkin apabila kita menurutkan panggilan itu segera, melaksanakan shalat tepat waktu akan memperbaiki kondisi psikis kita yang sempat kacau selama beraktivitas sebelumnya. Ketenangan dan ketenraman tiba-tiba saja bersemayam dalam hati. Ditambah adanya perasaan lega bahwa telah mengerjakannya pada awal waktu dibandingkan jika dikerjakan dipenghujung waktu dengan rasa keterpaksaan dan was-was serta penyesalan kenapa tidak dikerjakan dari awal, ya khan?

Mungkin secara konseptual mengerjakan hal ini tampak begitu mudah, tetapi pelaksanaannya akan banyak benturan dan halangan yang akan menyertainya. Hanya dengan kedisiplinan dan komitment yang tinggi perlu ditanamkan dalam diri sehingga semua itu dapat dicapai. Jadi manfaatkanlah waktu untuk shalat yang tidak lebih dari 10 menit ini untuk mengembalikan kondisi psikis menjadi prima kembali.

Selain itu, kita juga dapat menyegarkan jiwa dengan cara di bawah ini:

  • Melakukan meditasi sejenak setelah melaksanakan shalat
  • Menatap ke luar jendela sejenak
  • Menggerakkan beberapa organ tubuh (kaki, tangan, leher serta kepala) selama lima menit setiap jamnya saat mengoperasikan komputer
  • Beristirahat satu hari setiap minggunya
  • Mengambil cuti tahunan untuk berkunjung ke tempat wisata
  • Mandi air panas
  • Melakukan aktivitas olahraga yang digemari
  • Menikmati perjalanan dengan pancaindera(sekedar menikmati indera penglihatan, penciuman, pendengaran, dan perasa)
  • Melekukan meditasi untuk merenungi yang telah dilakukan dan merencanakan sesauatu yang akan dikerjakan sambil berjalan (berjalan sekitar 2 km sampai ke rumah di waktu pulang kerja)
  • Sadar dalam menyantap makanan (kesadaran ekslusif dalam menggigit, menguyah, mengecap, dan menelan merupakan fokus tunggal)
  • Dan cara-cara lain yang sejenis.

Tidak ada “satu telpon lagi, satu laporan lagi, atau satu surat lagi”, melainkan persoalan menghentikan apapun yang sedang kita lakukan dan menghormati saat istimewa ini. Jika kita tidak mempunyai titik mula dan akhir yang pasti, kita akan kesulitan menghormati semangat pembaharuan ini.

Pendekatan kedua adalah melakukan penyertaan simultan. Kita dapat menjaga kesegaran jiwa dengan melakukan apa pun yang perlu dilakukan dengan sepenuh hati dan pikiran. Hal ini dapat dilakukan sepanjang waktu atau setidaknya cukup bisa membuat pekerjaan dan kehidupan lebih menyenangkan serta mengekspesikan sifat bebas kita dari lubuk hati yang terdalam.

Merupakan sebuah paradigma yang salah kalau kita menggambarkan aktivitas merupakan sumber dari berbagai kecemasan tentang betapa sibuknya kita. Diantaranya, kita sering membagi-bagi aktivitas kita ke dalam kategori mental yang tidak berguna seperti sibuk / tidak sibuk dan penting / tidak penting. Berhentilah memenggal waktu menjadi potongan-potongan yang membuat stres, menjadi mendesak / tidak mendesak, biasa saja/ mendalam, atau mengasikkan/ membosankan. Jika kita mengetahui cara mengatasi atas segala sesuatu yang kita lakukan, maka hidup kita dapat berjalan dengan kualitas yang tidak mendua dan leluasa.

Bersambung . . .

Senin, 07 Juli 2008

Tersenyumlah Kawan !!!


Mungkin ketika kamu marah, kesal karena banyak masalah, tersinggung, tertekan, dan perasaan-perasaan lain yang buruk, tiba-tiba ada seseorang yang menghadiahimu senyuman? Bukan senyum sinis meremehkan atau senyuman orang yang tidak waras. Tapi senyuman tulus yang datang dari hati dan hanya hati pula yang bisa merasakannya. Rasa kesal serta amarahmu, seketika akan cair seperti es krim terjemur di tengah terik padang pasir karena senyum itu kan? Itulah senyum.

Senyum punya banyak arti. Kalau lihat di kamus, senyum sebagai kata benda menurut Wordnet mempunyai satu arti: “ekspresi wajah yang mempunyai karakteristik dengan membentuk hingga naik sudut dari bibir/mulut; biasanya untuk menunjukkan kesenangan atau kegirangan”.

Sedangkan senyum dalam kata kerja menurut kamus Wordnet mempunyai dua arti : pertama, mengubah satu ekspresi wajah dengan melebarkan bibir, seringkali untuk menandakan kesenangan dan kedua, cara menunjukkan ekspresi ”.

Tapi senyum tidak sekedar pengertian dalam kamus. Seperti dalam ajaran Islam, tersenyum dianggap sebagai suatu ibadah, Rasulullah saw bersabda, "Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah," (HR Muslim).

Wajar jika Rasulullah berkata bahwa, "senyummu pada saudaramu adalah shadaqah, pemberian tak ternilai dari seseorang pada saudaranya". Bukankah Allah SWT mengisyaratkan dalam QS Abasa, bahwa calon penghuni syurga itu mukanya berseri-seri penuh senyuman, sebaliknya dengan calon penghuni neraka.

Pada dasarnya, semua orang bisa tersenyum, namun kadangkala karena ketidakseimbangan jiwa dan pemikiran yang membuat kita merasa sangat orang sulit untuk tersenyum. Padahal kita sama-sama tahu bahwa orang yang selalu bermuka cerah, akan selalu mendapat tempat dan disukai oleh banyak orang, sebaliknya orang yang hanya cemberut saja, mudah tersinggung dan marah akan dijauhi banyak orang.

Coba bandingkan apabila kita berjumpa seseorang dengan senyuman sumbringah di lekuk bibirnya dengan orang yang dijumpai itu mengerutkan bibir dengan tatapan mata tajam. Tak ada ekspresi senyum sedikit pun di wajahnya. Hampir pasti akan muncul respons berbeda untuk dua situasi tersebut.

Ekspresi di wajah seseorang berpengaruh langsung terhadap pola komunikasi dan bentuk interaksi sosial yang akan terjadi, termasuk ekspresi balasan yang ditampilkan kemudian. Seperti contoh kenapa orang Padang lebih banyak berbelanja ke toko-toko milik kaum tionghoa dibandingkan toko milik pribumi? Salah satu alasannya adalah mendapatkan layanan yang ramah, tidak ada paksaan harus membeli, ya khan?

Senyum merupakan salah satu isyarat nonverbal atau gesture manusia dalam berkomunikasi. Penelitian yang dilakukan Leonard, Voeller, dan Kaldau(1991) menunjukkan di dalam setiap senyuman terjadi peningkatan pesan positif yang komunikatif.

Konon kata orang bangsa ini dikenal dengan bangsa yang kental keramahtamahan serta budaya luhurnya. Mungkin dulu nenek moyang kita terlalu ramah terhadap pendatang sehingga kita dijajah sampai ber-abad-abad lamanya (just kidding).

Orang mengatakan ekspresi adalah "jendela jiwa", demikian halnya senyuman dengan berbagai bentuk dan maknanya dapat dipercaya sebagai penyampai pesan yang ampuh mengenai kedalaman jiwa seseorang.

Ekman dan kawan-kawan (beberapa ahli psikologi klinis) melakukan penelitian mengenai senyuman, mempublikasikan hasil temuannya bahwa kita dapat membedakan beberapa bentuk senyuman yang tampil, juga membedakan apakah seseorang tersenyum tulus atau hanya berpura-pura demi menutup-nutupi perasaan yang sesungguhnya.

Senyuman tulus yang mengekspresikan isi hati yang gembira biasanya terjadi bersamaan dengan munculnya gerakan otot mata. Orang-orang yang mengekspresikan senyum dari hati yang tulus tentu saja didorong oleh perasaan bahagia dan gembira ketika ia melakukannya.

Sebaliknya, senyum yang terjadi hanya di bibir, yakni dengan lengkungan ke atas, sedikit atau banyak, tanpa disertai gerakan-gerakan aktif otot di seputar mata sering dihubungkan dengan ekspresi jijik. Bahkan juga kesedihan, ketakutan, kecemasan, meremehkan, sinis, ekspresi rasa iri, yang sering kali terdapat pada senyuman orang-orang yang memanipulasi perasaan negatifnya.

Senyum yang muncul sebagai ekspresi manipulasi perasaan merupakan topeng (mask). Bagi orang yang kurang peka atau tidak terlatih menangkap ekspresi nonverbal orang lain, mungkin saja sebuah senyuman dapat menyesatkan atau mengaburkan.

Akibatnya, kepura-puraan dalam interaksi sosial disebabkan pesan sosial yang tidak sampai tersebut, semakin tebal. Menyikapi keadaan dunia yang demikian, rasanya bisa pesimistis juga, jika setiap hari harus berhadapan dengan topeng-topeng wajah di sekeliling kita. Sementara kita membutuhkan nilai ketulusan pada ekspresi seseorang demi memperlancar pesan sosial dalam komunikasi.

Oh. . . Bertapa indah dan damainya dunia apabila semua penghuninya berkomitmen untuk serentak mengekspresikan senyum dari hati yang tulus dalam beberapa menit saja. Mungkin perperangan akan berhenti di muka bumi untuk sejenak.

Mari kita galakkan gerakan anti cemberut, mari murnikan hatimu, hiasi hari dengan senyuman. Lihatlah, ternyata senyuman terindah bagi seorang dokter adalah senyuman pasiennya yang baru sembuh. Senyuman terindah bagi seorang guru adalah senyuman siswanya yang lulus ujian. Senyuman terindah bagi orangtua adalah senyuman bahagia anak-anaknya. Senyuman terindah bagi bawahan adalah senyuman atasan yang bijaksana dan arief. Senyuman terindah bagi seorang sahabat adalah seyuman yang sedekahkannya disaat ia merasa membutuhkan pertolongan dan sokongan, dan begitu seterusnya. . .


(Tbg, Januari 2008)


Tersenyumlah kawan,Sebelum Tersenyum itu Dilarang.

So. . . Keep Smiling My Friend’s