Kamis, 03 April 2008

"KARAMBIA"

Sebelum anda membaca tulisan ini lebih lanjut, tolong hilangkan prasangka jelek yang mungkin akan terbersit di benak masing-masing setelah membaca judul di atas. Akhir-akhir ini istilah karambia tiba-tiba naik daun di kalangan anak-anak muda. ”eee karambia” begitu kata yang terlontar dari seorang teman menunjukkan rasa kekesalannya pada sesuatu. Entah apa salah karambia sehingga namanya sering terbawa serta.

Saya mengangkat tema ini bukan karena saya berasal dari daerah pengekspor karambia terbesar di Sumatera Barat sehingga saya biasa dipanggil ”ajo” yang selalu diidentikan dengan karambia, baruak, sate, dan sala lauak-nya.

Bukan-bukan itu, tiba-tiba saja saya teringat pada sebuah hasil diskusi dengan teman-teman se-profesi di kafe rektorat mengupas habis tentang karambia sampai ke santan-santannya.

Sungguh apes nasib karambia alias buah kelapa ini. Kenapa begitu? Coba simak proses perjalanan hidup buah karambia yang memiliki batang dengan tinggi rata-rata 10-15 meter. Mungkin karena alasan ini buah kelapa/karambia diambil oleh baruak atau binatang yang masih satu jenis dengan kera.

Kalau diperhatikan cara baruak tersebut menurunkan buah karambia setelah memilih-milih karambia yang sudah masak, lalu memilin-milin agar tampuk buah tersebut lepas. Apabila tidak mau lepas biasanya dibantu oleh kaki si baruak, sehingga kelihatan bahwa karambia itu lepas dari tampuknya setelah mendapatkan tendangan dari si baruak.

Bayangkan apa yang akan ditemui pertama oleh karambia setelah terjun bebas radius 10-15 meter akibat tendangan si baruak tadi, kalau tidak tanah pasti batu atau berantuk dengan teman yang lebih dulu turun ke bawah. Mungkin menurut perasaan si karambia situasi sudah kembali normal alias aman. Ternyata belum, beberapa saat pasca sampai di tanah, ia ditusuk dengan sulo (alat pengupas sabut/kulit luar buah kelapa) hingga menjadi botak tanpa pelindung. Tidak sampai disitu saja penderitaan yang dialami karambia, setelah di-sulo melekat pula punggung ladiang (golok) di badan sehingga karambia pecah menjadi dua keping. Belumlah sempat beristirahat, kulit dalamnya ditempelkan pada besi paku yang berputar sangat cepat membuat kulit tersebut rontok dalam ukuran kecil-kecil.

Setelah lepas kulit dalamnya, batok kelapa/tempurung nama kitanya di bakar sampai menjadi arang yang dapat dimanfaatkan untuk membakar jagung, ikan, sate, dll. Sedangkan kulit dalam tadi disiram dengan air panas. Tiba-tiba masuklah tangan manusia meremas-remas, dan baru afdhal remasannya tersebut kalau gigi bawah dan atas mereka bertaut. Setelah berusaha menahan sakit, setelah disaring karambia berubah nama menjadi santan dan langsung dimasukkan ke dalam kuali untuk dimasak. Setelah mendidih, santan tadi harus berusaha menahan panas, tiba-tiba masuk teman baru yang ia pun tidak tahu dari mana datangnya. Teman baru bergabung itu bernama jariang alias jengkol sehingga karambia tidak sendirian lagi.

Setelah itu, mereka semua dipindahkan ke piring untuk dihidangkan. Menurut pemikiran si karambia mungkin sudah selesai cobaan bagi dirinya. Mereka siap untuk disantap, tapi apa yang didapatkan karambia? Bukan sebuah penghargaan yang didapatkan tapi malah yang mendapat penghargaan hanya si jariang. ”ondeh yo lamak gulai jariang kau Piak ! ” begitu komentar yang didengar oleh karambia setelah orang-orang memakannya. Bahkan semua lupa bahwa yang paling marasai (sengsara) adalah dirinya. Tetapi sampai hari ini karambia tidak pernah protes. Ia menerima semua itu dengan sabar dan tabah.

Allah Maha Adil, berkat kesabaran dan ketabahan karambia, ia diberikan banyak kelebihan dari Pencipta. Pertama, tidak satupun mulai dari batang, buah, daun bahkan sampai ke akar-akarnya yang tidak bermanfaat. Kedua, ia tidak memerlukan pupuk dan perawatan ekstra untuk tumbuh dan berkembang, ia bisa tumbuh subur sendiri terutama di daerah pesisir pantai. Ketiga, Diberi anugerah untuk dapat berbuah setiap waktu sehingga kita tidak pernah mendengar musim buah kelapa, ya khan?

Dan banyak lagi, kelebihan lain yang tidak tersebutkan. Jadi ada sebuah nilai yang bisa diambil dari filosofi karambia di atas yakni apabila kamu jatuh ke dalam berbagai cobaan dalam hidup ini maka jalanilah dengan sabar sebab kamu tahu bahwa UJIAN terhadap IMANMU menghasilkan KETEKUNAN. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya kamu MENJADI SEMPURNA dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.

Sudut Ruangan Bagian Kepegawaian Unand
Maret 2008

Komentar tulisan ini di Facebook :
1. "Ya stuju, jadilah seperti filosofi karambia yang banyak manfaatnya" (Devi Analia)
2. "
Korambia no urang pikumbuah, kelapa orang indonesia bilang" (Al Afdhal)
3. "
Ondeh, takana makan karambia mudo di Pantai dakek rumah Julira, pantai a namonyo yo...?" (Junaidi DidieOnde mandeh...patuik tu d tru filosofi 'KARAMBIA'. Asa jan marasai taruih je lah..." (Lidya NaserTulisan ini pasti bakal bersambung ya. sambungannya pasti berjudul 'Hegemoni Jariang Atas Karambia' (Dhanny Arifin)
6. "
Urang pariaman bang yo...? ajo...tu...?" (Novi Efendi)